Skip to main content

Ngaji Bareng, di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta

Sering kali poster pengajian yang tersebar terkadang hanya menutup mata. Padahal saya sudah melewatkan informasi terbaru, khazanah keilmuan terkini, dan berbagai hal yang telah menjadikanku terkurung dalam tempurung. Pengajian di sini tidak terbatas pada pengajian berupa tausiah para mubaligh, atau hanya berisi shalawatan , pujian kepada baginda mulia Nabi Muhammad. Pengajian yang saya maksud merupakan kajian-kajian keagamaan kritis, seri diskusi filsafat, dan macam rupanya. Tepatnya pengajian yang sering dilaksanakan di masjid Jendral Sudirman. Kalau kata bocah zaman now mainnya kurang jauh sehingga dangkal pergaulannya, saya plesetkan menjadi kurang dalam ngajinya jadi sengsoro.

Keberhasilan teman saya mengangkat beban untuk jalan ke pengajian patut di acungi jempol. Bukan karna tidak senang mengaji saya, lah wong sebagai lulusan salah satu pesantren di pedalaman Sumatera tentu tidak asing lagi dengan sesuatu yang berbau ngaji. Terkadang pecutan pada senior 
Pict ; Ngaji Filsafat
membangkitkanku dari lelapnya tidur. Begitulah. Malam Minggu tanda lonceng berbunyi, saat muda-mudi merenungi berbagai hal berdua, kami terhempas ke ruangan Masjid rungokno Pak Ahmad Baso, penulis buku Islamisasi Nusantara yang baru kelar. Satu hal lagi yang perlu di garis bawahi, bahwa belum tentu kami yang berduyun-duyun datang adalah golongan tuna asmara, bahasa kerennya cah njomblo. Buktinya ada muda mudi yang datang bareng, secara kejelasan belum tentu setiap yang jalan berdua boncengan adalah mereka yang sudah menyatakan komitmen bersama.

Pendengar yang baik bukan masuk telinga kanan, dan jadi kotoran telinga kiri karna itu akan mempengaruhi cara berbicaranya. Nyrocos tapi minim esensi. Salahkah begitu? bukan kuasa saya untuk menjatuhkan mereka adalah sebagai golongan yang bersalah, karana saya bukan ahlinya. Menjatuhkan telunjuk ke penjuru mata angin ngomongno manusia-manusia yang melenceng menurutnya sebagai orang "kafir". Saya tak berkuasa, maaf. Pada beberapa point yang saya tangkap Pak Baso, (saya menyebutnya) kajian sejarah tentang Wali Songo seringkali keliru dan dangkal karna banyak literatur yang mengutip catatan-catatan sejarah yang di buat oleh orang orientalis. Padahal salah satu keunggulan wacana para wali yang sangat bagus adalah tentang konsep ikatan kebangsaan, yang menyatukan berbagai suku yang berada di nusantara. Kemudian tentang jalur ekonomi yang di bangun oleh para Wali, yang sukses membuat taraf kehidupan masyarakat meningkat, salah satunya pemanfaatan rempah-rempah di Maluku. Namu, jaringan yang sedemikian rupa dibangun para Wali diporak porandakan para kolonialisme, Portugis dan Belanda.

Angajawi, titik berat pak Baso mengajak para jamaah untuk menelisik kebenaran kajian sejarah yang sampai saat ini masih diajarkan tentang Wali Songo. Salah satu rujukan utama kajian buku islamisasi Nusantara lontar yang berada di Bali karena menurut Pak Baso litertur yang ada di Bali masi orisinil walaupun banyak manuskrip yang lain banyak di rubah demi kepentingan Kolonilisme, menghilangkan jejak sejarah suatu bangsa. Bangsa yang besar adalah menjaga sejarah lampau tetap asli, dan dapat di kaji ulang oleh generasi selanjutnya. Ucapan terimakasih buat Pak Baso yang menyadarkan saya betapa pentingnya sejarah kita, sebagai bangsa yang besar. Rawat, kaji, dan lestarikan dengan tranformasi nilai-nilai yang terkandung didalamnya sebagai dasar gerak langkah menuju peradaban Nusantara yang makmur, gemah ripah loh jinawi.

Comments

Popular posts from this blog

Renassaince dan Humanisme : Awal Perkembangan Filsafat Modern

Oleh ; Hamdan Ns a) Pengertian Renaissance Secara etimologi, renaissance berarti “kelahiran kembali” atau “kebangkitan kembali”. Kata renaissance sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa perancis, yaitu kata “re” (lagi, kembali) dan kata “naissance” (kelahiran), sedangkan dalam bahasa latin, istilah renaissance berasal dari kata “nascentia”, “nascor”, atau “natus” yang setara artinya dengan kelahiran, lahir, atau dilahirkan. Zaman kelahiran kembali inilah yang kemudian disebut juga dengan zaman pencerahan (Auflarung).  journal.burningman.com Begitu juga pencerahan kembali mengandung arti akan “munculnya kesadaran baru manusia” terhadap dirinya (yang selama ini di batasi oleh gereja).  Pada zaman pencerahan ini manusia menyadari bahwa dialah yang menjadi pusat dunianya (vaber mundi) bukan lagi sebagai obyek dunianya (fitiator mundi). Sedangkan istilah renaissance juga menunjukkan kepada suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dala